Pages

Kamis, 27 Februari 2014

PENYAKIT KRONIS


UN sebenarnya hanya gejala dari penyakit kronis yang disebut schoolism. Ini seperti demam akibat malaria. Ini adalah penyakit yang muncul akibat menyamakan pendidikan dengan persekolahan. Anak yang tidak bersekolah langsung dianggap kampungan dan tidak terdidik.
Orang yang tidak punya gelar dianggap tidak kompeten. Para pejabat negara berlomba memburu gelar dengan cara apa pun agar dianggap kompeten.
Saat ini, kita melihat semakin banyak sekolah dan kampus dibangun, tetapi masyarakat kita tidak lebih terdidik. Ketua Mahkamah Konstitusi yang ditangkap KPK baru-baru ini adalah doktor hukum. DPR dipenuhi orang dengan gelar akademik, tetapi DPR adalah salah satu lembaga publik paling korup.
Salah satu fitur paling mencolok dari peradaban yang dengan congkak kita sebut modern ini adalah kerusakan lingkungan, konsumerisme, kehancuran rumah tangga, dan sekolah!
Memang sejak semula sekolah diciptakan sebagai pendukung pokok industri yang berkembang selama 200 tahun terakhir ini dengan menyediakan tenaga terampil untuk bekerja di pabrik-pabrik skala besar.
Sejarah menunjukkan kemudian bahwa tugas pendidikan oleh keluarga di rumah diambil alih sekolah dan tugas produktif berbasis rumah tangga berskala kecil diambil alih pabrik.
Mulailah kita saksikan kehancuran lembaga keluarga. Data menunjukkan bahwa saat ini terjadi sekitar 35 perceraian per jam di Indonesia.
Tawuran pelajar, penyalahgunaan narkotika, penggunaan kendaraan bermotor tanpa SIM, angka kematian ibu melahirkan yang tinggi, dan gizi buruk adalah bukti betapa keluarga Indonesia saat ini dalam kondisi menghadapi tantangan besar, tetapi dilupakan dalam banyak kebijakan publik.
Perilaku pelajar di bawah umur yang menyebabkan kecelakaan maut baru-baru ini oleh Daoed Joesoef disebut salah asuhan. Saya menyebutnya salah asuhan sekolah saat keluarga tidak lagi kompeten mendidik anak-anak yang dilahirkan. Maka, sekolah saat ini praktis beroperasi seperti panti asuhan yatim piatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar