Pages

Kamis, 27 Februari 2014

BSE


Ditambah lagi dengan munculnya BSE (Buku Sekolah Elektronik), yang terkhususkan untuk siswa SD. Kekerasan simbolik di sini terakses lebih banyak dalam buku Bahasa In­donesia. Mata pelajaran Bahasa Indonesia di tingkat Sekolah Dasar, merupakan mata pelajaran yang masih dalam tahap pengenalan huruf, menyusun kata dan pembentukan kalimat dari benda-benda yang ada di lingkungan sekitar sang anak.
Namun, BSE Bahasa Indonesia yang menunjang proses pembelajaran, malah memuat bahasa dari orang kalangan atas (kaya), yang kebanyakan tidak dikenal dan tidak terdapatkan di lingkungan anak dari kala­ngan bawah (miskin). Seperti penyebutan nama papa, mama, eyang. Penyebutan pekerjaan seperti dokter, pilot, pramugari. Penyebutan tempat liburan, pantai, Taman Mini, Puncak, atau bahkan penggambaran denah rumah yang meng­gambarkan bentuk garasi mobil, kulkas, mesin cuci. Siswa SD yang tidak pernah mengenal kata-kata seperti itu sebelumnya, imajinasinya akan terpaksa berputar, membayangkan apa-apa yang belum pernah ia lihat.
Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan karakter juga penanaman moral, respon dan daya ingatnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Imajinasinya sangat luas berkait dengan apa yang diketahuinya. Adanya BSE tentu tetap ada dampak positif dan nega­tifnya untuk sang anak. Jika ia tidak dikenalkan dengan sesuatu yang tidak pernah diketahui sebelumnya, maka ia akan tetap tidak tahu, atau akan tahu tapi dalam proses yang lama.
Akan tetapi, jika sang anak tetap dipaksa untuk menerima apa yang sudah menjadi ketentuan, maka bisa jadi ia malah menganggap bahwa apa yang ada di lingkungan sekitarnya adalah buruk, tidak termasuk dalam kualitas pendidikan yang diajarkan di sekolahnya.
Pertama, keluargalah yang paling berperan penting dalam pembentukan karakter dan pengetahuan pertama kali pada sang anak. Ke dua, guru yang harus bisa mengarahkan imajinasi siswanya pada imajinasi yang dapat diterima dan sesuai dengan kapasitasnya. Seberapa penting BSE itu terbit tidak akan berpengaruh apapun pada siswa, jika tidak ada pengarahan dari sang guru. Hanya sedikit saja dari siswa SD yang mau mem­baca sendiri buku sekolah yang diterimanya, di sinilah peran guru sangat dibutuhkan.
Tidak hanya seorang guru yang pintar dan bisa menguasai muridnya, akan tetapi lebih dibutuhkan akan guru yang benar-benar mempunyai jiwa kecintaan pada pengabdian. Mampu menyamaratakan hak dan kewajiban atas peserta didiknya. Waallahua’lam bil assawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar